Kamis, 19 Februari 2015

nasionalisme mesir

Nasionalisme Mesir

Krisis Keuangan Mesir
         
          Sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, negara-negara Barat
terutama Inggris dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya
di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris makin kuat mulai tahun 1875, yakni
saat Khedive Ismail (1863–1879) membutuhkan uang sehubungan dengan
krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar
saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876, Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir. Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham-saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat. Kebangkitan nasional Mesir ditandai dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (1881–1882). Mula-mula gerakan ini antiorang asing (Inggris, Prancis dan Turki), tetapi akhirnya menjadi gerakan untuk menuntut perubahan sistem pemerintahan. Gerakan Arabi ini timbul karena pengaruh Jamaluddin al Afghani yang ketika itu mengajar di Mesir. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Arabi Pasha ini sangat membahayakan kedudukan Inggris dan Prancis di Mesir. Inggris
akhirnya bertindak dan berhasil menumpas pemberontakan Arabi Pasha.

Timbulnya Nasionalime Mesir
               
                Ada beberapa sebab munculnya nasionalisme Mesir. Munculnya gerakan Wahabi yang menentang penjajahan Turki mampu mempersatukan rakyat Mesir. Apalagi rakyat Mesir memperoleh pengaruh dari Revolusi Prancis yang dibawa Napoleon saat menduduki Mesir tahun 1798. Paham liberal yang melanda Mesir menyebabkan munculnya kelompok terpelajar yang berorientasi modern. Mereka pernah menempuh pendidikan di Eropa dan berbagai universitas ternama di Beirut dan Damsyik. Nasionalisme Mesir juga terpengaruh Gerakan Turki Muda. Nilainilai persatuan yang diperjuangkan nasionalis Turki mampu menggugah semangat bangsa Mesir untuk bersatu. Apalagi muncul gerakan Pan-Arab yang dipelopori oleh Amir Chetib Arslan yang menganjurkan agar bangsa-bangsa Arab bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.
          Nasionalisme Mesir ditandai oleh munculnya pemberontakan Arabi Pasha (1881–1882) terhadap Inggris. Setelah PD-I, Mesir menuntut kemerdekaan kepada Inggris. Akhirnya tahun 1922, Mesir menjadi kerajaan di bawah persemakmuran Inggris. Tahun 1936 Mesir menjadi negara yang merdeka penuh. Selanjutnya, Terusan Suez dikuasai Mesir kembali pada tahun 1956 setelah dinasionalisasi oleh Gamal Abdul Nasser (Ernawati dan Ismawati, 2009 : 83-84).
Mesir termasuk negara Arab sehingga bangkitnya nasionalisme Mesir
merupakan hal yang sama dengan bangkitnya nasionalisme Arab. Adapun
sebab-sebab timbulnya nasionalisme Mesir adalah sebagai berikut:
1.            Adanya gerakan Wahabi, semula merupakan gerakan agama yang
kemudian memberontak pemerintahan Turki. Dengan demikian, secara
politik membangkitkan tumbuhnya nasionalisme Mesir.
2.            Adanya pengaruh Revolusi Prancis. Ketika Napoleon Bonaparte mendarat
di Mesir, ia juga membawa suara Revolusi Prancis yang kemudian
menimbulkan paham liberal dan nasionalisme Mesir.
3.            Munculnya kaum intelektual yang berpaham modern.
4.            Adanya Gerakan Pan Arab, yang dirintis oleh Amir Chetib Arslan
dengan yang menganjurkan persatuan semua bangsa Arab dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan bangsanya.
           Sekalipun pemberontakan Arabi Pasha berhasil dipadamkan, namun cita-cita perjuangan Arabi Pasha merupakan sumber aspirasi semangat nasionalisme bangsa Mesir. Hal ini terbukti pada tanggal 7 Desember 1907 telah diadakan kongres nasional yang pertama di bawah pimpinan Mustafa Kamil. Tujuannya adalah pembangunan Mesir secara liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Pemerintah Mesir yang dipengaruhi oleh Inggris berusaha untuk menindas gerakan ini, akan tetapi gerakan nasional ini tetap hidup dan makin kuat bahkan kemudian menjelma menjadi Partai Wafd (Utusan) di bawah pimpinan Saad Zaghlul Pasha.
          Ketika Perang Dunia I selesai, Partai Wafd menuntut Mesir sebagai negara
merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamaian di Prancis. Inggris
menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Pada tahun 1919
di Mesir timbul pemberontakan dan Zaghlul Pasha dibebaskan kembali.
Kaum nasionalise Mesir menuntut kemerdekaan penuh. Pemberontakan
berkobar lagi, Zaghlul Pasha ditangkap lagi dan diasigkan ke Gibraltar. Inggris
yang tidak dapat menekan nasionalisme Mesir, terpaksa mengeluarkan
Pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration) pada tanggal 28 Februari
1922. Isi Uniteral Declaration:
1.            Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir.
2.            Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut:
3.            mempertahakan Terusan Suez;
4.            mempergunakan daerah militer untuk operasi militer;
5.            mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain;
6.            melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya.


          Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh. Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap tetap menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas empat masalah pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh. Hal ini baru terwujud setelah Perang Dunia II berakhir (Oktober 1954).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar